Jakarta, jalurseleberiti.com – Bermula dari musisi keliling dari usia 7 tahun Zubir Said sudah menjadi anak piatu, ibunya wafat dengan meninggalkan Zubir Said sebagai anak tertua yang harus mengayomi 7 adiknya yang masih kecil-kecil. Ayahnya Muhammad Said (Wikipedia) seorang yang alim dalam menjalankan ajaran agama, sang ayah pegawai kereta api milik pemerintah Kolonial Belanda.
Dan Zubir Said mengenyam pendidikan bentukan pemerintah Kolonial Belanda, dan disekolah Zubir mengenal musik dari guru dan temannya. Bakat Zubir dalam bermusik sudah terlihat saat masih SD, dan membuat gurunya tergerak untuk mengajarkannya membaca notasi. Dan bakat Zubir makin terasah hingga dalam usia belia dia sudah membentuk grup musik, dan Zubir Said semakin matang dimusik karena teman-temannya kebanyakan musisi (dilansir dari Kanal YouTube @mulifa_chanel)
Zubir Said bermain musik bermula dengan memainkan seruling buatannya sendiri. Dan saat mengenyam pendidikan menengah Zubir Said bergabung dengan grup keroncong, di grup inilah dia belajar insturem musik lainnya, seperti gitar dan drum.
Kehidupan remaja Zubir Said tidaklah mudah, ia harus bekerja saat usia 18 tahun, membantu sang ayah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sempat menjadi buruh pabrik batu bata, Zubir Said lalu mendapat tawaran temannya untuk bekerja sebagai juru ketik, namun Zubir Said walau sibuk dengan pekerjaan, kecintaannya terhadap musik tak pernah padam, hingga memperdalam alat musik lainnya, termasuk biola.
Di usia 19 tahun Zubir Said bergabung di sebuah grup keroncong sebagai pemain biola dan saat itu Zubir Said keluar dari pekerjaannya untuk terjun total sebagai pemusik. Zubir Said membentuk grup musik keliling untuk mendapatkan uang sebagai biaya hidup untuk adik-adiknya. Zubir Said memimpin kelompok musiknya pentas dimana-mana. Namun musik yang ia jalani, tidak mendapat dukungan dari sang ayah hingga akhirnya Zubir Said pergi tanpa pamit. Dan berdasarkan informasi dari teman-temannya sesama musisi, bahwa Singapura adalah tempat paling menjanjikan untuk menunjukkan kemampuan bermusik.
Pada tahun 1928 dengan tekad bulat Zubir Said akhirnya berangkat menuju Singapura tanpa pamit ke ayahnya, dengan menumpang kapal kargo. Di Singapura Zubir Said bergabung dengan wayang bangsawan City Opera dan disinilah Zubir mulai belajar main piano.
Kepada anaknya Rohana Zubir, Zubir Said pernah menceritakan pengalaman pertama kali main piano, “Ketika saya bergabung dengan kelompok Opera Kota, mereka punya aula besar dan disitu ada beberapa piano, saat tidak ada orang yang lain, saya mencoba main piano untuk pertama kalinya, saya mendapatkan sesuatu yang berbeda dari biola atau gitar, saya bisa mengaturnya dan itu lebih mudah dari gitar”. Di kemudian hari saya bisa memimpin orkestra dengan piano”, kata Zubir Said.
Dan nama Zubir Said di Singapura semakin lama makin dikenal, hingga akhirnya perusahaan milik Inggris His Master’s Voice (HMV) merekrutnya. Meskipun di Singapura Zubir Said sudah terbilang sukses, namun Zubir Said tidak pernah melupakan kampung halamannya dan tanah airnya Indonesia. Zubir pada tahun 1941 pulang ke kampung halamannya. Bersama istrinya Tarminah Karyo Wikromo keturunan Jawa yang dinikahinya pada 1938, istrinya Tarminah Karyo Wikromo adalah penyanyi keroncong yang sama-sama bekerja di HMV.
Pada 1942 Indonesia dijajah Jepang, Zubir Said membentuk grup musik untuk menghibur tentara Dai Nippon. Zubir Said kembali tinggal di Indonesia pada 1941-1947. Lalu Zubir Said memutuskan untuk kembali ke Singapura.
Setiba di Singapura ia bekerja sebagai juru foto dan sempat menjadi jurnalis disebuah surat kabar. Dengan bekerja di surat kabar Zubir Said yakin bisa menyebarkan karya-karya musiknya. Pada 1949 Zubir Said dipercaya menjadi komposer film-film Melayu produksi Shaw Brother dan itu adalah pekerjaan paling prestisius saat itu.
Salah satu cinema yang musiknya ditangani oleh Zubir Said, berjudul “Chinta” menjadi film terlaris. Karir Zubir Said semakin mantap, setelah bergabung di perusahaan film yang lebih besar Cathay Keris di Singapura pada 1952. Selama 14 tahun berkarir di perusahaan film ini, dan menghasilkan banyak karya musik untuk film.
Puncak kesuksesan Zubir Said terjadi pada 1958, bermula dari lagunya yang berjudul “Majulah Singapura” yang diciptakan Zubir Said untuk Dewan Kota Singapura dan pada 1959 Singapura mulai menjalankan pemerintahan sendiri kendati masih berada dalam pengawasan Inggris.
Saat itu pemerintah Singapura merasa perlu adanya lagu kebangsaan yang bisa mempersatukan segala perbedaan dan lagu karya Zubir Said memenuhi kriteria tersebut. Sejak 30 November 1959 “Majulah Singapura” disahkan sebagai lagu Kebangsaan Singapura.
Nama Zubir Said makin melambung berkat karya-karyanya, termasuk meraih penghargaan dalam Festival Film Asia Ke-9 pada 1962. Zubir Said akhirnya menjadi Warganegara Singapura pada 1967, selain itu dia juga sudah menghasilkan 500 lagu, Zubir Said pun seolah menjadi legenda hidup musik dan film di Singapura dengan meraih banyak penghargaan.
Zubir Said wafat di Singapura pada 16 November 1987 dalam usia 80 tahun, meskipun sudah bukan Warga Negara Indonesia selalu membantu keluarga dan kerabatnya di Sumatera Barat dengan segala upaya yang ia miliki. Dan karya-karyanya yang menggunakan Bahasa Melayu sebagai bukti Zubir Said tidak melupakan jati dirinya sebagai orang Melayu atau orang Indonesia.(Red)
Posting Komentar