Medan (13/8/2024), saatkita.com - Diduga, akibat SP3 kan Perkara dengan alasan yang tidak logis, Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut) kini menuai kritik pedas dari Pengacara Poltak Silitonga, S.H., M.H, selaku Kuasa Hukum Henri Siregar (Pelapor), atas Perkara dengan Laporan Polisi Nomor : LP / 53 / l / 2023 / SPKT / POLDA SUMUT, Tanggal 16 Januari 2023.
Sontak, hal ini juga melahirkan asumsi dan pertanyaan miring ditengah-tengah masyarakat, mempertanyakan “ada apa dengan pihak Polda Sumut ?”
Dan bukan hanya itu, sekelumit kabar buruk juga lahir menggambarkan jeleknya keberadaan Polda Sumut saat ini, karena dianggap telah melenceng dari Penerapan Koridor Hukum dan jauh dari kata Presisi Polri.
Khususnya, Bagian Wasidik Ditreskrimum Polda Sumut. Disebut-sebut, sepertinya diduga telah menerima sesuatu, sehingga mampu membuat penerapan hukum dengan mata pisau tajam ke bawah, namun tumpul ke atas. Atau diduga lebih berpihak kepada Terlapor yang banyak uang, dan mengesampingkan Pelapor yang membutuhkan keadilan atas haknya.
Pasalnya, Penetapan Hukum yang merupakan hasil Gelar Perkara atas Kasus tersebut, Jumat (28/6/2024) lalu, dinilai salah dan melenceng dari hasil pengecekan lapangan. Serta sama sekali tidak memakai bukti-bukti yang diajukan Pelapor, dalam menentukan Ketetapan Hukum.
Selain itu, Pihak Wasidik Ditreskrimum Polda Sumut juga diduga telah melanggar dan mengangkangi Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, dan Perkapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.
Hal ini dikarenakan, permohonon Gelar Perkara Khusus yang diajukan atas Kasus ini, sejak dimohonkan pada tanggal 10 Juli 2024 lalu oleh Pelapor melalui Kuasa Hukum Poltak Silitonga, S.H., M.H, hingga saat ini tidak ditanggapi oleh pihak Ditreskrimum Polda Sumut.
Dimana, Gelar Perkara Khusus dimaksud adalah bertujuan untuk meninjau kembali proses penetapan hukum yang telah ditetapkan. Karena, Gelar Perkara termasuk salah satu tahapan dalam proses penyidikan.
Bukannya melaksanakan Gelar perkara sesuai permintaan pelapor tapi malah sebaliknya, Penyidik malah seenaknya saja menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor : Sppp.Sidik/643.a/VIII/Ditreskrimum Tanggal 2 Agustus 2024.
Dan melalui Direktorat yang sama, serta Tanggal dan Hari yang sama, Polda Sumut juga mengeluarkan Surat Ketetapan Tentang Penghentian Penyidikan Nomor : S.Tap/643.b/VIII/2024/Ditreskrimum, yang berisikan penghentian penyidikan atas Nama Terlapor Rayu Ridwan Silitonga, yang merupakan Kepala Desa di Desa Teladan, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun.
Dengan alasan, tidak terbukti melakukan "Pengerusakan atau turut serta atau menyuruh melakukan dan membantu melakukan pengerusakan", sebagaimana dimaksud dalam Pasal 406 Juncto Pasal 55, 56 KUHPidana yang dilaporkan Pelapor Atas Nama Henri Siregar, sehingga harus dihentikan karena tidak memenuhi unsur tindak pidana.
Parahnya lagi, dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Penyidikan (SP2HP) yang diterima Pelapor, Nomor : B/1555/VIII/2024/Ditreskrimum, Tanggal 2 Agustus 2024, Point 2b, sepertinya membantah keberadaan sebanyak 70 Tanaman Kelapa Sawit yang dilaporkan dirusak akibat Pembuatan Parit yang dilakukan oleh Terlapor dengan menggunakan Excavator.
Padahal sesuai cek TKP yang dilakukan oleh pihak Penyidik dibuktikan dengan keterangan Saksi, bukti Video dan juga bukti Peta Ukur Tanah dan peta Bidang Tanah yang di keluarkan oleh BPN Simalungun, bahwa semua Kelapa Sawit yang di rusak oleh Kepala Desa Teladan Rayu Riduan Silitonga berada di lahan milik Henri Siregar, bukan berada pada lahan sengketa dan lahan kelapa sawit yang di rusak oleh Rayu tersebut tidak ada dalam proses sengketa kepemilikan, dan yang dirusak oleh Rayu Silitonga lebih dari 70 batang Kelapa Sawit.
Sehingga sangat aneh Laporan yang sudah naik sidik tersebut, tiba-tiba jadi SP3. Ini jelas sudah merupakan penjoliman yang jahat dan sadis oleh oknum Penegak Hukum Nakal di Polda Sumut, yang telah diduga bekerja sama dengan Terlapor.
Dan kelakuan ini juga, setelah gelar perkara nanti dilaksanakan, Pelapor Henri melalui Kuasa Hukum Poltak Silitonga, S.H., M.H, akan melaporkan tindakan dari oknum-oknum Penegak hukum nakal ini dan kemungkinan adanya keterlibatan oknum Perwira Penegak Hukum Nakal yang merupakan pejabat di Polda Sumut.
Karena, ketika PH (Jepang) Poltak Silitonga, S.H., M.H, bersama Awak Media mendatangi Penyidik, Senin (12/8/2024) guna mempertanyakan, kenapa ada alasan yang tidak logis dan dibuat-buat sendiri oleh Penyidik untuk mengeluarkan SP3, pihak Penyidik bungkam dan tak bisa menjawab.
Padahal sebelumnya, saat Pemeriksaan Saksi-Saksi, pemberian bukti serta proses BAP Sampai naik sidik tidak ada keterangan yang menyatakan bahwa lahan itu sedang dalam sengketa dan Sawit yang dirusak oleh Rayu memang lebih dari 70 batang Sawit milik Henri Siregar.
Dan penyidik bersama Kanit saat itu, hanya tertunduk diam seribu bahasa, seolah-olah merasa bersalah. Dan jelas diketahui oleh Awak Media, bahwa Pengacara Poltak Silitonga, S.H., M.H, menyatakan dengan tegas, bahwa tindakan oknum Penyidik ini adalah merupakan Obstruction Of Justice (Perintangan Penyidikan).
Pada Point 2a dalam Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan tersebut tercantum, pihak Ditreskrimum Polda Sumut, juga sepertinya diduga berusaha menghilangkan tindak pidana pengerusakan yang terjadi. Dan seakan-akan melindungi Pelaku Tindak Pidana.
Sehingga dengan terpaksa Pelapor harus menerima perbuatan zholim Terlapor. Dan juga harus rela mengelola lahan Sawit miliknya yang hanya tinggal seluas 12 Hektar lagi, dari jumlah yang seharusnya diterimanya sebagai Warisan Keluarga sebanyak 25 Hektar.
Akibatnya, kondisi ini membuat pengacara Poltak Silitonga, S.H., M.H, selaku Kuasa Hukum Henri Siregar, marah besar, serta sangat merasa kecewa karena seperti dipermainkan dalam konteks Penetapan Hukum.
Kepada wartawan usai mempertanyakan perihal perkara tersebut ke Ditreskrimum Polda Sumut, Senin (12/8/2024) mengatakan, pihaknya merasa sangat kecewa atas pernyataan penyidik dalam surat ketetapannya, yang menyebutkan tidak ditemukannya unsur Tindak Pidana dalam Perkara tersebut.
Padahal menurut Poltak, pihaknya telah memberikan bukti-bukti pendukung, atas pengerusakan tanaman dimaksud, disamping Perkara Dugaan Penyerobotan Lahan milik Pelapor sebanyak 10 Hektar.
Diduga pihak Ditreskrimum Polda Sumut, melalui Bagian Wasidik telah melakukan kolaborasi jahat dengan Terlapor, sehingga sanggup mengeluarkan SP3 dan membuat Terlapor terbebas dari jerat hukum Tindak Pidana Pengerusakan.
"Saya merasa sangat kecewa atas ketetapan hukum yang telah dikeluarkan oleh pihak Polda Sumut. Dan meminta kepada pihak terkait di Bagian Wasidik, agar segera melakukan Gelar Perkara Khusus, sebagai langkah dan upaya untuk meninjau kembali penetapan hukum yang telah ditetapkan," cetus Poltak.
Poltak juga mengatakan, bahwa nantinya dalam Gelar Perkara Khusus ini, pihaknya juga meminta agar menghadirkan Ahli Pidana dan juga dapat diliput oleh Wartawan, agar hasil yang didapat dalam Sidang Ekspos Perkara Khusus dimaksud menjadi terang benderang, tidak ada kejanggalan, intervensi atau indikasi kecurangan lainnya.
"Tadi Saya sudah Chat Kabag Wasidik terkait Permohonan Gelar Perkara Khusus, dan dijawab, "baik pak. Tks" jawab beliau. Jadi Kita tunggu aja, kapan jadwal Gelar Perkara Khususnya dilaksanakan," tutup Poltak mengakhiri Konfirmasi Wartawan.
Ketika hal ini dikonfirmasi Awak Media kepada Kabag Wasidik Ditreskrimum Polda Sumut - Paulus, hingga berita ini dimuat belum memberikan jawaban.
Hal serupa juga ditemui dari Direskrimum Polda Sumut - Sumaryono, saat dikonfirmasi terkait hal ini juga belum menjawab Konfirmasi Wartawan. (Red)
Jurnalis: Okta
Posting Komentar