Jakarta (27/10/2024), saatkita.com - Sidang mediasi kembali digelar di PN Jakarta Pusat, pada hari Kamis (24/10/2024). Proses hasil persidangan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) nomor 564/Pdt.G/2024/PN Jakarta Pusat. Hasilnya menunjukan adanya indikasi Tergugat 1 hingga Tergugat 7 serta Turut Tergugat 1 hingga Turut Tergugat 5 diduga tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan perkara. Sikap ini dinilai sebagai bentuk pencideraan terhadap prinsip keadilan dan integritas hukum.
Kuasa hukum penggugat, Dr. H. Slamet Effendy, M.Kes, yang diwakili oleh Richard William dari Firma Hukum Richard William and Partner sekaligus salah satu pendiri FWJ Indonesia menyatakan kekecewaan terhadap sikap para tergugat yang tidak menunjukkan komitmen atau transparansi dalam proses hukum.
Richard juga menekankan bahwa tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah berada di tangan para tergugat dan turut tergugat.
“Benang merah kasus ini jelas berada pada pihak tergugat dan turut tergugat. Ketidakmauan mereka untuk terbuka justru memperjelas posisi hukum yang mencederai keadilan. Sangat disayangkan bahwa sikap ini malah merugikan proses hukum itu sendiri," kata Richard William melalui keterangan Persnya di Jakarta, Sabtu (27/10/2024).
Kasus ini mengungkapkan dugaan bahwa para tergugat tidak menjalankan tanggung jawab mereka dalam menyelesaikan masalah sesuai proses hukum. Penggugat berharap agar proses hukum berjalan transparan dan bahwa para tergugat bersikap kooperatif demi menegakkan prinsip keadilan.
Richard William juga menegaskan bahwa jika para tergugat tetap menunjukkan sikap yang tidak kooperatif, maka perkara ini akan dilanjutkan guna memastikan hak-hak klien terlindungi.
“Kami menuntut agar para tergugat bertindak sesuai aturan dan prinsip hukum yang ada serta bertanggung jawab penuh atas tindakan yang mencederai keadilan," tambahnya.
Dalam mediasi yang seharusnya dilakukan secara terbuka melalui pertemuan Zoom antara pihak terkait dan majelis hakim, perwakilan inti dari pihak tergugat dilaporkan tidak hadir. Richard menjelaskan bahwa pihaknya sudah berupaya mengajukan izin dan mengatur pertemuan, termasuk mendapatkan izin dari Kepala Lapas Bekasi, namun pertemuan ini hanya menghasilkan penyampaian simbolis tanpa adanya pembahasan inti dari majelis hakim.
“Sangat disayangkan, sidang ini seharusnya bertujuan untuk menelusuri perkara ini dengan jelas, terutama untuk masa depan pihak yang kini berada dalam tahanan," tegas Richard.
Ia menyebut ketidakjelasan ini tidak hanya merugikan pihak yang ditahan, tetapi juga membebani keuangan negara yang harus menanggung biaya hidup tahanan selama proses hukum yang berjalan lambat ini.
Selain itu, Richard menyoroti adanya ketidakjelasan dalam dokumen sidang akibat beberapa kesalahan ketik yang dianggap tidak masuk akal.
“Alasan kesalahan ketik sangat tidak logis, terutama ketika ini menyangkut keputusan penting bagi nasib seseorang," jelas dia.
Para tergugat hingga saat ini belum memberikan tanggapan yang jelas mengenai kesepakatan yang diharapkan dalam proses mediasi. Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2016, mediasi yang digelar seharusnya sah dengan kehadiran mediator atau perwakilan pihak terkait. Namun, ketidakhadiran pihak tergugat inti dalam sidang kali ini dinilai sebagai sikap tidak kooperatif.
Proses mediasi selanjutnya dijadwalkan pada tanggal 31 Oktober 2024, dengan harapan agar tanggapan dari para pihak dapat membawa titik terang dalam perkara ini. Jika pada mediasi terakhir ini para tergugat masih tidak menunjukkan itikad baik untuk mencapai kesepakatan damai, pihak yang merasa dirugikan berencana melanjutkan perkara ke tahap hukum berikutnya.
“Jika mediasi gagal, kami siap untuk melanjutkan perkara ini agar ada kepastian hukum dan hak-hak klien kami terlindungi sepenuhnya," pungkasnya. (Red)
Posting Komentar