Piru (28/2/2025), saatkita.com - Saat ini, sejumlah individu yang mengatasnamakan Kepala Bagian Ekonomi Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) telah melakukan penagihan tanpa karcis resmi, kepada pengunjung Wisata Air Putri di Dusun Wayoho, Desa Kawa, Kecamatan Seram Barat. Ironisnya, Kepala Bagian Ekonomi, Rudy Patty, menegaskan bahwa, Ia tidak pernah memberikan instruksi tersebut dan baru mengetahui adanya penagihan yang mengatasnamakan dirinya.
Karena persoalan ini, Kuasa Hukum Pemilik sah lahan Wisata Air Putri, Adv. Ali Hasan Kasim, S.H., mempertanyakan, implementasi hasil rapat pada tanggal 11 Februari 2025 yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten SBB melalui Biro Perekonomian.
Rapat yang dipimpin oleh Asisten II Setda SBB, Jan Soukotta, dan dihadiri oleh Kepala Bagian Ekonomi dan SDA, Kepala Biro Hukum, Kepala OPD terkait, Komisaris Perusda, Direktur BUMD, serta pemilik lahan itu menghasilkan keputusan bahwa: untuk sementara Pemerintah Kabupaten SBB akan mengambil alih pengelolaan Wisata Air Putri,
Namun, dalam praktiknya, oknum masyarakat justru dibiarkan melakukan penagihan ilegal tanpa tindakan tegas dari Pemerintah Kabupaten SBB.
Oleh karena itu Ali Hasan Kasim menyatakan kekecewaannya terhadap situasi ini.
"Kami sangat menghormati keputusan Pemerintah Kabupaten SBB untuk mengambil alih sementara pengelolaan atas lahan wisata itu. Namun, tindakan oknum yang melakukan penagihan ilegal dan mengatasnamakan pejabat pemerintah tidak diberikan sanksi tegas dan seakan-akan dibiarkan oleh Pemerintah, sehingga hal ini sangat merugikan klien kami sebagai pemegang surat kepemilikan yang sah atas lahan wisata tersebut," ujarnya.
Tindakan oknum masyarakat yang menarik biaya masuk ke Wisata Air Putri, Dusun Wayoho tanpa karcis dan tanpa kewenangan resmi termasuk dalam kategori pungli.
“Bahwa secara hukum tindakan penagihan tanpa karcis resmi di tempat wisata dapat dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli). Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pengelolaan destinasi wisata harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan menekankan pentingnya pengelolaan destinasi yang transparan dan akuntabel. Bahkan secara pidana, pelaku pungli dapat dijerat dengan Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemerasan, yang menyatakan bahwa barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu, dapat diancam dengan pidana penjara,” tambah Ali Hasan Kasim.
Masyarakat dan pengunjung sebaiknya tidak takut untuk melaporkan praktik penagihan ilegal semacam ini kepada aparat penegak hukum atau pihak berwenang.
“saya menghimbau kepada masyarakat dan pengunjung untuk melaporkan praktik penagihan ilegal semacam ini kepada aparat penegak hukum atau pihak berwenang terkait guna mencegah kerugian lebih lanjut dan memastikan pengelolaan destinasi wisata yang sesuai dengan ketentuan hukum”. tutup Ali Hasan Kasim. (Nicko Kastanja)
Posting Komentar