Tim Peneliti Unpatti dan Pemerintah Daerah Kabupaten SBB Gelar Workshop Gender dan Keadilan Ekologi dalam Tata Kelola Lanskap Hutan di Asia Tenggara

Piru (19/4/2025), saatkita.com - Tim Peneliti Universitas Pattimura, Ambon,  bersama Pemerintah Daerah Kabupaten SBB menggelar workshop yang bertemakan Gender dan Keadilan Ekologi Dalam Tata Kelola Lanskap Hutan di Asia Tenggara,  Pembelajaran dari Indonesia dan LaoPDR pada Kasus  Hutan Mangrove di Pulau Buano, Workshop itu dilaksanakan di ruang pertemuan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten SBB, Jalan Trans Seram, Kota Piru, pada Kamis, (17/4/2025).

Hadir dalam kegiatan itu, Empat  peneliti dari Unpatti, masing-masing:  dari Jurusan kehutanan Fakultas Pertanian Unpatti: Dr. Marthina Tjoa, S.Hut., M.P, Hendrik Apono, S.Hut., M.Sc., Iskar, S.Hut., M.Si, dan Stany Siahaenenia, S.Pi., MSi, dari Fakultas Perikanan Unpatti.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten SBB, Drs. Albertho N Maulany, para wakil dari Sejumlah OPD masing-masing, Bappeda, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan anak Pengendalian Penduduk dan KB, Perikanan, Pertanian, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Pariwisata, Dinas Sosial, UPT-KPH  Kabupaten SBB, Raja Buano Utara dan Raja Buano Selatan serta Insan Pers.

Dr. Marthina Tjoa, S.Hut., M.P, dalam paparannya menyatakan, kelompok perempuan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap hutan, hal tersebut berhubungan dengan nilai hutan antara lain, Nilai Sosial Budaya, Ekonomi dan Ekologi yang merupakan bagian dari eksistensi kehidupan perempuan.

Menurut Tjoa, nilai-ygnilai tersebut patut dijaga dan dipertahankan, disisi lain ada keterbatasan partisipasi perempuan dan kelompok Masyarakat Adat dalam merumuskan kebijakan di tingkat desa, selain itu, banyak warga membutuhkan hak pengelolaan atas hutan dan Sumber Daya Alam sekitarnya, karena masih kurangnya perhatian terhadap hak-hak masyarakat, khususnya perempuan dan masyarakat adat.

Permasalahan ketidaksetaraan gender dan ekologis, telah muncul dalam Forest Landscape Governance (FLG) atau Tata Kelola Lanskap Hutan di negara-negara Asia Tenggara  yang  bersumber dari beberapa faktor,  antara lain: Mekanisme dan Tata  Kelola terpusat dalam mengelola kawasan hutan, Ketidak seimbangan kekuasaan dalam pengambilan keputusan, konflik sosial, ekonomi dan konflik kepentingan antara pemerintah, penduduk dan pelaku usaha.

Tjoa menandaskan, hasil penelitian yang telah dilakukan di Pulau Buano menunjukkan bahwa,Perempuan Buano melakukan akses untuk memanfaatkan hutan mangrove, baik secara langsung maupun tidak langsung bagi penghidupan Rumah Tangga.

"Hak dan akses manfaat, dibedakan antara perempuan pribumi dan pendatang yang diatur dalam lembaga adat, masih terdapat ketergantungan perempuan pada peran laki- laki dalam mengakses hutan manggrove," ujarnya.

Tjoa mengatakan, akses manfaat manggrove untuk penghidupan Rumah Tangga juga dipengaruhi oleh upaya perlindungan dan pelestarian hutan mangrove yang diinisiasi oleh LSM maupun pemerintah dalam hal ini, DKP Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku. Dimana, Perempuan dilibatkan dalam penanaman mangrove dan pencegahan kerusakan mangrove dengan tidak lagi menebang kayu di hutan manggrove.

Keadilan ekologi, menyoroti terbatasnya akses dan manfaat perempuan dari hutan mangrove, karena hal tersebut menjadi tantangan dalam pengembangan kapasitas perempuan dalam penghidupan keluarga.

Di akhir paparannya Tjoa mengungkapkan, pelaksanaan Workshop ditingkat Kabupaten ini, dirasakan sangat penting untuk memperkaya hasil-hasil kajian yang telah dilaksanakan terkait dengan keadilan gender dan ekologi pada tata kelola lanskap hutan, selain itu juga,  diharapkan Pemerintah Daerah secara bersama merancang pengembangan kapasitas masyarakat Buano dalam konteks keadilan ekologis dalam kebijakan Tata Kelola lanskap hutan.
(Nicko Kastanja)
Baca Juga

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama